Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi
Perilaku Etika
Lingkungan bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
aktivitas bisnis dalam suatu lembanga organisasi atau perubahan. Faktor –
faktor yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah :
1.
Lingkungan internal
Segala sesuatu didalam organisasi
atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan tersebut.
2.
Lingkungan Eksternal
Segala sesuatu di luar
batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau
perusahaan.
Perubahan lingkungan bisnis yang
semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan
pesaingan yang semakin tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan
milik pemerintah atau swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar,
perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala kecil.
Tujuan dari sebuah bisnis kecil
adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa
semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi
pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari
faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal
masalah, antara lain:
·
Budaya Organisasi
·
Ekonomi Lokal
·
Persaingan di Industri
Kesaling – tergantungan antara Bisnis
dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan
ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders,
yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat
meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1. Hubungan antara
bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan
langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu
bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik.
2. Hubungan dengan
karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu
berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika
pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi
beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau
kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan antar
bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan
antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi
hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal
maupun distributor.
4. Hubungan dengan
Investor
Perusahaan yang berbentuk
Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga
pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor
atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut.
Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi
terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan
Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga
keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat
finansial.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap
Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme
yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni
Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis,
terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang
mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi
syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah.
Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah,
namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana
mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika
bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa Peralihan: tahun
1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
Etika Bisnis Meluas
ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
Etika Bisnis menjadi
Fenomena Global: tahun 1990-anTidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di
seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics,
and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya
seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama
kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan
untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk
mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan.
Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdagagnan tidak akan
berfungsi dengan baik.
Kita harus mengakui bahwa
akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah
memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan
tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
Contoh Kasus
Seperti yang telah diketahui oleh khalayak meskipun tidak
semua, bahwa Samsung, Android dan Apple saling berselisih, diberbagai belahan
Dunia saling tuduh menuduh tentang hak paten dan seakan kondisi ini tak
berkesudahaan. Perang Hak paten antara perusahaan Teknology terbesar ini
termuat pada artikel di situs Bussinesweek yang meskipun cukup panjang, namun
menarik untuk di baca. Dijelaskan dalam artikel tersebut bahwa perang paten
antara Apple dan berbagai produsen yang memproduksi berbagai produk Android dan
juga artikel itu memberikan rincian bagaimana Apple terlibat dalam litigasi
paten dengan sejumlah pembuat smartphone Android, termasuk Samsung, Motorola
dan HTC.
“Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), cukup banyak hal yang
dipertaruhkan. Perusahaan terkait tidak akan memiliki keraguan mengeluarkan
uang banyak demi menjadi pemenang,” ungkap pengacara dari Latham & Watkins,
Max Grant, dikutip dari Bloomberg, Jumat, 24 Agustus 2012. Menurut pengacara
tersebut, saat kasus pelanggaran etika bisnis dalam hal ini menyangkut hak
cipta sudah sampai di meja hijau, maka perusahaan tidak lagi memikirkan
bagaimana harus menghemat pengeluaran keuangan. Sebagai pengakuan pengacara
Apple yang memperoleh komisi US$ 1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya
untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa Samsung Electronics Co telah menciplak
atau meniru desain smartphone dari Apple. Perusahaan yang dipimpin Tim Cook itu
juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta atau sekitar Rp 18,9 miliar hanya
untuk menghadirkan saksi ahli.
Walaupun nampak begitu besar uang yang diperoleh pengacara dan saksi ahli
tersebut sebenarnya masih tergolong kecil dan masih masuk akal jika dilihat
dari ukuran “kantong” perusahaan Apple ataupun Google. Sebagai ilustrasinya,
biaya US$ 32 juta yang dikeluarkan Apple dalam kasus perang paten melawan
Motorola Mobility setara dengan hasil penjualan Apple iPhone selama enam jam.
Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk Samsung,
termasuk Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk Apple, termasuk iPad 2 dan
iPhone 4, juga demikian. Oleh pengadilan Korea, Samsung diminta membayar denda
25 juta Won, sedangkan Apple dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara
dengan US$ 35.400
No comments:
Post a Comment