A. Tanggung Jawab Akuntan Keuangan Dan Akuntan Manajemen
Etika dalam
akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen merupakan suatu bidang keuangan yang
merupakan sebuah bidang yang luas. Akuntansi keuangan merupakan bidang
akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan pengolahan
data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan berbagai pihak yaitu pihak internal dan pihak external.
Sedangkan seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:
1. Menyusun
laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh
pihak internal maupun pihak external perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2. Membuat
laporan keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan
IAI, 2004 yaitu dapat dipahami, relevan materialistis, keandalan, dapat
dibandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal, serta penyajian yang
wajar.
Akuntansi
Manajemen
Akuntansi
manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan dan
penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau manajemen dalam suatu
organisasidan untuk memberikan dasar kepada manajemen untuk membuat keputusan
bisnis yang akan memungkinkan manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan
melakukan fungsi control. Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan
manajemen, yaitu:
1. Perencanaan,
menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun
sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk
memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
2. Pengevaluasian,
mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang
diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
3. Pengendalian,
menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi
dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan
koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang
diharapkan.
4. Menjamin
pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang
disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi
sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada
efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
5. Pelaporan
eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip
akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.
B. Competence,
Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management Accountant
Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
1. Kompetensi
Artinya,
akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti
hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap
berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki
tanggung jawab untuk:
· Menjaga tingkat kompetensi
profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
· Melakukan tugas sesuai dengan hukum,
peraturan dan standar teknis yang berlaku.
· Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas,
dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan seorang akuntan
manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan
hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki
tanggung jawab untuk:
· Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi
rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas
dasar kewajiban hukum.
· Menginformasikan
kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat
menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga
pemeliharaan kerahasiaan.
· Menghindari diri dari mengungkapkan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui
pihak ketiga.
3. Integritas (Integrity)
Mengharuskan
untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki
tanggung jawab untuk:
· Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan
semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.
· Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam
kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tigas
secara etis.
· Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk
sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.
· Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat
menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.
· Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan
profesional atau kendala lain yang dapat menghalagi penilaian tanggung jawab
kinerja dari suatu kegiatan.
· Mengkomunikasikan informasi yang tidak
menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilaian profesional.
· Menahan diri agar tidak terlibat dalam
aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.
4. Objektivitas (Objectifity)
Mengharuskan
para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif,
mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang
diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan
rekomendasi yang ditampilkan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki
tanggung jawab untuk:
· Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi
yang cukup dan objektif.
· Mengungkapkan semua informasi relevan yang
diharapkan dapat memberikan pemahaman akan laporan atau rekomendasi yang
disampaikan.
C. Whistle
Blowing
Whistle
blowing merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan
untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain. Motivasi utamanya
adalah moral. Whistle blowing sering disamakan begitu saja dengan membuka
rahasia perusahaan. Contohnya seorang karyawan melaporkan kecurangan perusahaan
yang membuang limbah pabrik ke sungai. Whistle blowing dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Whistle Blowing
Internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan
tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas
moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada
nilai moral : keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan
karyawan yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana
pimpinan atau perusahaan bertindak sesuai moral. Contoh Kasus : Kasus
Mulyana W Kusuma tahun 2004. Menjabat sebagai sebagai seorang anggota KPU diduga
menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan
dengan pengadaan logistic pemilu. Dalam kasus ini ICW melaporkan tindakan
Mulyana W Kusuma kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan
sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang
melanggar kode etik profesi akuntan.
b. Whistle Blowing Eksternal, yaitu
membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar seperti masyarakat karena
kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi utamanya adalah mencegah kerugian
bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum
membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat, untuk membangun iklim bisnis yang
baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.
D. Creative
Accounting
Creative
accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan
pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan
menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd,
1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti
manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang
melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat
dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll.
Creative
accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan
keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan
metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam
suatu periode ke periode yang lain).
Watt dan Zimmerman (1986), menjelaskan bahwa manajer dalam
bereaksi terhadap pelaporan keuangan digolongkan menjadi 3 buah hipotesis :
1. Bonus Plan
Hyphotesis (Perilaku dari seorang manajer sering kali dipengaruhi dengan pola
bonus atas laba yang dihasilkan. Tindakan yang memacu para manajer untuk
mealkaukan creative accounting, seringkali dipengaruhi oleh pembagian besaran
bonus yang tergantung dengan laba yang akan dihasilkan. Pemilik perusahaan
umumnya menetapkan batas bawah, sebagai batas terendah untuk mendapatkan bonus.
Dengan teknik seperti ini, para manajer akan berusaha menaikkan laba menuju
batas minimal ini. Jika sang pemilik juga menetapkan bats atas atas laba yang
dihasilkan, maka manajer akan erusaha mengurangi laba sampai batas atas dan
mentransfer data tersebut pada periode yang akan dating. Perilaku ini dilakukan
karena jika laba melewati batas atas tersebut, manajer tidak akan mendapatkan
bonus lagi).
2. Debt Convenant
Hyphotesis (Merupakan sebuah praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer
menyikasi perjanjian hutang. Sikap yang diambil oleh manjer atas adanya
pelanggaran atas perjanjian hutang yang jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya
degan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya).
3. Political Cost
Hyphotesis (Sebuah tindakan yang bertujuan untuk menampilkan laba perusahan
lebih rendah lewat proses akuntansi. Tindakkan ini dipengaruhi oleh jika laba
meningkat, maka para karyawan akan melihat kenaikan aba tersebut sebagai acuan
untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan gaji. Pemerintah pun melihat
pola kenaikan ini sebagai objek pajak yang akan ditagih).
E. Fraud Accounting
Kecurangan (Fraud) sebagai
suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak
wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam
bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja.
Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud
dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang
dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Fraud dapat
dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya
dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui
kebijakan dan prosedur perusahaan. Mengingat adanya pengendalian (control) yang
diterapkan secara ketat oleh hampir semua perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat
pihak luar sukar untuk melakukan pencurian. Internal fraud terdiri
dari 2 (dua) kategori yaituEmployee fraud yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi
maupun kelompok dan Fraudulent financial reporting.
· Proses,
unsur dan faktor pemicu fraud
Proses fraud biasanya terdiri
dari 3 macam, yaitu pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga (cash,
inventory, tools, supplies, equipment atau data), konversi (conversion)
asset yang dicuri kedalam cash dan pengelabuhan / penutupan (concealment)
tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi.
Unsur-unsur fraud antara
lain sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak (collussion), tindakan
penggelapan/penghilangan atau false representation dilakukan dengan
sengaja, menimbulkan kerugian nyata atau potensial atas tindakan pelaku fraud.
Meskipun perusahaan secara hukum dapat menuntut pelaku fraud, ternyata tidak
mudah usaha untuk menangkap para pelaku fraud, mengingat pembuktiannya
relatif sulit.
Penyebab / faktor pemicu fraud dibedakan atas 3 (tiga) hal
yaitu :
1. Tekanan (Unshareable
pressure/ incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud.
Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional
(iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).
2. Adanya kesempatan /
peluang (Perceived Opportunity) yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan
seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur.
3. Rasionalisasi (Rationalization)
atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing)
asset yang dicuri.
Ramos (2003), menggambarkan penyebab fraud dalam bentuk
segitiga fraud (the fraud triangle), sebagai berikut :
Selain itu, fraud dapat dikatagorikan atas 3 (tiga) macam
sbb. :
1. Penyalahgunaan
wewenang/jabatan (Occupational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh
individu- individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
2. Kecurangan
Organisatoris (Organisational Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh
organisasi itu sendiri demi kepentingan/keuntungan organisasi itu.
3. Skema Kepercayaan (Confidence
Schemes). Dalam kategori ini, pelaku membuat suatu skema kecurangan dengan
menyalahgunakan kepercayaan korban.
· Jenis-jenis
fraud
Jenis-jenis fraud yang sering terjadi di berbagai perusahaan
pada umumnya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam :
1. Pemalsuan (Falsification)
data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang
secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian atau
klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang
menerima laporan atau data palsu tersebut.
2. Penggelapan kas (embezzlement
cash), pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan
kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan
kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana pemilikan diperoleh dari suatu
hubungan kepercayaan.
3. Kecurangan Komputer (Computer
fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi
komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution.
Dengan menggunakan sebuah komputer seorang fraud perpetrator dapat
mencuri lebih banyak dalam waktu lebih singkat dengan usaha yang lebih kecil.
Pelaku fraud telah menggunakan berbagai metode untuk melakukan Computer
fraud . Pengkategorian Computer fraud melalui penggunaan data
processing model, dapat dirinci sbb :
a. Cara yang paling
sederhana dan umum untuk melaksanakan fraud adalah mengubah computer
input.
b. Computer fraud dapat
dilakukan melalui penggunaan sistem (dalam hal ini Processor) oleh
yang tidak berhak, termasuk pencurian waktu dan jasa komputer serta penggunaan
komputer untuk keperluan diluar job deskripsi pegawai.
c. Computer fraud dapat
dicapai dengan mengganggu software yang mengolah data perusahaan atau Computer
istruction . Cara ini meliputi mengubahsoftware, membuat copy
ilegal atau menggunakannya tanpa otorisasi.
d. Computer fraud dapat
dilakukan dengan mengubah atau merusak data files perusahaan atau
membuat copy, menggunakan atau melakukan pencarian terhadap data tanpa
otorisasi.
e. Computer fraud dapat
dilaksanakan dengan mencuri atau menggunakan secara tidak benar system
output.
· Fraudulent
Financial Reporting
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang
disengaja atau ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan
laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting yang
terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen.
Penyebab fraudulent financial reporting umumnya
3 (tiga) hal sbb :
1. Manipulasi,
falsifikasi, alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan
keuangan yang disajikan.
2. Salah penyajian (misrepresentation)
atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan.
3. Salah penerapan (misapplication)
dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi,
penyajian (presentation) dan pengungkapan (disclosure).
Fraudulent financial reporting juga
dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen dengan auditor independen.
Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersbut, maka perlu dilakukan
rotasi auditor independen dalam melakukan audit suatu perusahaan.
F. Fraud Auditing
Fraud Auditing
(Audit Kecurangan) yang merupakan salah satu bidang tugas Auditor. Perkembangan
teknologi informasi, e-commerce dsb yang berpengaruh secara langsung atau tidak
langsung dalam operasional perusahaan telah membuka celah baru bagi munculnya
praktek-praktek fraud yang berakibat fatal bagi perusahaan. Mengantisipasi hal
itu maka Auditor Internal sudah seyogianya meningkatkan kemampuan dalam
mendeteksi dan mencegah timbulnya kecurangan tersebut serta mencari solusi
terbaik agar hal itu tidak terjadi.
Tugasnya ada 2 yaitu;
1. Auditor Internal yang
ingin memiliki landasan pengetahuan yang kuat di bidang fraud auditing baik
menyangkut pencegahan, pendeteksian ataupun dalam investigasinya
2. Operations managers
yang ingin mengembangkan wawasan dan pengetahuannya dalam pendeteksian dan
pencegahan kecurangan.
Upaya untuk mendeteksi dan mencegah
kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit
kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua
keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal investigator.
CONTOH KASUS
Sembilan KAP
yang Diduga Melakukan Koalisi dengan Kliennya
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit
tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut
adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S &
S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah
menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan
bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu,
ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan
memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai
adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak
perbankan.
ICW menduga,
hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada
berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan
rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak
melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan
laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos
laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami
mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga
menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
ANALISIS KASUS
Dalam kasus diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
• Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab
profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai
pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham.Dalam kasus ini, dengan
menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang
diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya
dalam penyajian laporan keuangan.
• Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan
publik.
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.Dalam kasus ini, para
akuntan dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan
keuangan yang direkayasa.
• Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip
integritas.
Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas
setinggi mungkin.Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur
dan berterus terang kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
• Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip
objektifitas.
Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan
bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Dalam
kasus ini, sembilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka
telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka
tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari
benturan kepingan pihak lain.
No comments:
Post a Comment