Sunday 7 April 2013

PERAN INVESTOR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


PERAN INVESTOR TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA

Pendahuluan
investasi menjadi salah satu kata kunci dalam setiap upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi baru bagi perluasan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan  penanggulangan kemiskinan. Melalui peningkatan kegiatan investasi, baik dalam bentuk akumulasi kapital domestik maupun luar negeri, akan menjadi faktor pengungkit yang sangat dibutuhkan bagi suatu negara dalam menggerakan mesin ekonomi mengawal pertumbuhan yang berkelanjutan.

Peningkatan investasi  diharapkan akan berperan sebagai medium transfer teknologi dan  manajerial yang pada akhirnya akan berkonstribusi terhadap meningkatnya produksi dan produktivitas,  serta daya saing ekonomi suatu bangsa. Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan ke kondisi yang  lebih  baik.

Kegiatan investasi telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor lokal. Manfaat yang paling menonjol adalah berkembangnya kolaborasi yang saling menguntungkan dan terjalin antar investor asing dengan kalangan pebisnis lokal,  bisnis dan industri komponen berkembang dengan pesat, termasuk berbagai kegiatan usaha yang berorientasikan ekspor.

ISI
A. INVESTASI

Investasi merupakan salah satu komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, investasi diartikan sebagai pengeluaran barang modal yang diarahkan untuk menunjang kegiatan produksi atau perluasan produksi(Samuelson dan Nordaus). Ini menjadikan investasi mempunyai multiplier effect yang luas karena tidak hanya mendorong sisi produksi, namun juga menstimulasi sisi konsumsi.

Investasi dalam bentuk penciptaan nilai tambah ekonomi, akan mendorong pembukaan dan perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, dan kemudian pada gilirannya akan menstimulasi konsumsi masyarakat dan kemudian memperdalam pasar domestik. Karena itulah komponen investasi seringkali dijadikan patokan dalam menilai kualitas pertumbuhan ekonomi.

Dalam kerangka MP3EI, komponen investasi memainkan peran yang sangat strategis karena menjadi kunci utama dalam mendorong pembangunan bidang infrastruktur konektivitas dan kegiatan ekonomi di pusat-pusat pertumbuhan. Pemerintah mendorong investor untuk melakukan penanaman modal pada koridor-kodidor ekonomi dalam MP3EI melalui berbagai kebijakan pro investasi berupa insentif fiskal, perbaikan layanan perijinan investasi, stabilitas makro ekonomi, dan kepastian serta perlindungan hukum.

Kinerja investasi saat ini menunjukan trend positif yang cukup solid, bahkan di saat perekonomian global mengalami perlambatan, investasi menjelma menjadi salah satu komponen utama penopang pertumbuhan ekonomi menggantikan kinerja ekspor yang cenderung melambat. Data pertumbuhan ekonomi terbaru keluaran Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komponen investasi triwulan III 2012 tumbuh 10,02 % dibanding triwulan yang sama tahun 2011 (year on year/yoy). Bersama dengan komponen konsumsi rumah tangga, keduanya menopang pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6,17 persen.

Indikator positif kinerja investasi lainnya tercermin pada angka realisasi penanaman modal periode Januari–September 2012 yang telah mencapai Rp 229,9 triliun, meningkat 27,0 persen (y.o.y) dari Januari – September 2011 sebesar Rp. 181,0 triliun. Realiasi ini terdiri dari Rp 65,7 triliun PMDN dan Rp 164,2 triliun PMA, dimana masing-masing tumbuh 26,3 persen (y.o.y) dan 27,3 persen (y.o.y). Jika dibandingkan dengan target 2012 sebesar Rp 283,5 triliun, realisasi investasi sampai dengan September telah mencapai 81,1 persen. Sebuah capaian yang layak untuk diapresiasi.

B. FAKTOR YANG MENDORONG INVESTASI

Berbagai perkembangan positif tersebut tentunya tidak terjadi dengan sendirinya. Berbagai faktor saling berinteraksi mendorong tumbuhnya aliran investasi langsung. Terdapat beberapa faktor yang ditengarai mempengaruhi pertumbuhan investasi. Untuk kasus Indonesia, paling tidak terdapat 5 (lima) faktor yang berpengaruh positif terhadap capaian investasi sepanjang 2012

Pertama, faktor suku bunga pinjaman. Tingkat suku bunga pinjaman yang rendah, kompetitif dan stabil akan menarik minat investor untuk melakukan eskpansi atau pembukaan usaha baru karena terjadi pengurangan beban bunga. Dalam hal ini, BI rate dijadikan sebagai suku bunga acuan bagi penetapan suku bunga simpanan dan pinjaman. Tingkat BI rate yang rendah akan berimbas pada rendahnya suku bunga kredit karena suku bunga simpanan sebagai basis sumber dana perbankan juga akan berada pada posisi yang lebih rendah.

Kedua, faktor tingkat pendapatan. Tingginya tingkat pendapatan per kapita mencerminkan tingginya kemampuan atau daya beli masyarakat. World Bank mencatat Gross National Income(GNI) per kapita Indonesia tahun 2011 sebesar 2.940 USD, meningkat 17,6 persen dibanding 2010, dan bahkan selama periode 2007-2011 meningkat sebesar 83,75 persen. Pertumbuhan pendapatan masyarakat memberikan daya tarik yang cukup besar bagi para investor karena menunjukkan tingginya daya beli masyarakat.
Ketiga, pertumbuhan dan ukuran kelas menengah. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap keputusan investasi adalah ukuran pasar domestik direpresentasikan oleh jumlah kelompok kelas menengah. Hasil perhitungan ADB dengan menggunakan data SUSENAS BPS, proporsi kelas menengah Indonesia dibanding total populasi meningkat dari 25% pada 1999 menjadi 43% pada 2009. Secara absolut, jumlah kelas menengah meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun, dari sekitar 45 juta pada 1999 menjadi 93 juta pada 2009 (ADB, 2010). Survey terbaru Bank Indonesia pada 2011 menunjukkan angka peningkatan yang cukup signifikan. Kelompok kelas menengah Indonesia pada tahun 2011 sebesar 60,9 persen dari total populasi, sedangkan kelompok berpendapatan rendah mencapai 22,1 persen, dan sisanya sekitar 17 persen tergolong kelompok berpendapatan tinggi. Kelompok kelas menengah yang terus tumbuh menjanjikan pasar yang cukup besar sehingga menarik minat para investor untuk melakukan ekspansi atau membuka usaha baru.

Keempat, faktor tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Inflasi yang tinggi dan fluktuatif mengambarkan ketidakstabilan dan kegagalan pengendalian kebijakan makro ekonomi. Tingkat inflasi yang tinggi dan fluktuatif membuat investor dihadapkan pada situasi ketidakpastian usaha yang memicu peningkatan resiko proyek dalam investasi. Sampai dengan September 2012, inflasi Indonesia sebesar 3,66 persen (y.o.y), nilai ini jauh di bawah asumsi makro APBN 2012 sebesar 6,8 persen. Keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan tingkat inflasi meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia sepanjang tahun 2012.

Kelima, faktor regulasi pemerintah. Iklim investasi yang kondusif memerlukan peran serta pemerintah, tidak hanya melalui pengendalian indikator ekonomi makro namun juga melalui peraturan perundangan berupa insentif fiscal dan non fiskal. Salah satu peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk menarik investasi adalah Melalui peraturan ini, Pemerintah memberikan insentif fiskal berupa fasilitas pajak penghasilan badan yang meliputi: (1) Tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah Penanaman Modal; (2) penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; (3) Pengurangan tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri; (4) Perpanjangan masa kompensasi kerugian.

C. STRATEGI-STRATEGI PEMERINTAH
Strategi-strategi yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya tarik para investor agar menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu , pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas , karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.
       Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam bidang penanaman modal, pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan. Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usaha-usaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.
      Kehadiran investasi asing, khususnya investasi langsung atau Penanaman Modal Asing  (Foreign Direct Investment) di suatu negara menguntungkan negara tersebut, khususnya dalam hal pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak perlu dipertanyakan lagi. Kehadiran PMA memberi banyak hal positif terhadap perekonomian dari negara tuan rumah. Faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan investasi di dalam negeri antara lain[7]:
1.    Stabilitas politik dan perekonomian yang sudah menunjukkan kestabilan yang mantap selama ini.
2.    Kebijakan dan langkah-langkah deregulasi dan debirokrasi yang secara terus-menerus telah diambil oleh pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
3.    Diberikannya fasilitas perpajakan khusus untuk daerah tertentu.
4.    Tersedianya sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak bumi, gas, bahan tambang dan hasil hutan maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan, dan keindahan alam Indonesia tetap menjadi daya tarik tersendiri yang telah mengakibatkan tumbuhnya proyek-proyek yang bergerak di bidang industry kima, industry perkayuan, industry perhotelan (tourisme), yang sekarang menjadi sector primadona yang banyak diminati para investor baik dalam rangka PMDN maupun PMA.
5.    Tersedianya sumber daya manusia dengan upah yang kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan minta investor pada proyek-proyek yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, industri sepatu dan mainan anak-anak.

       Permasalahan yang dihadapi oleh investor asing terkait dengan pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang penanaman modal asing menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain:
1. Belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
       Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundangan sektoral yang masih belum disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini menyebabkan banyak daerah kabupaten atau kota yang menerbitkan peraturan daerah untuk mengatur investasi, sehingga terjadi tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah lainnya. Pada gilirannya, keadaan tersebut justeru membingungkan investor asing karena tidak ada kepastian hukum. Dalam praktik investasi pasca-otonomi daerah, banyak terjadi konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah yang merugikan investor asing

2. Pemerintah pusat belum menerbitkan peraturan yang jelas dan komprehensif mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penanganan investasi asing.
       Belum adanya pengaturan yang jelas dan komprehensif dalam hal penanganan investasi asing, menyebabkan investor asing bingung, karena tidak adanya kepastian hukum sebagai akibat terjadinya konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah dalam penanganan investasi asing.
3. Masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah.
       Pemerintah mengharapkan antar pemerintah daerah menjalin kerjasama dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah sehingga dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun pada umumnya, antar pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah yang lain masih mengedepankan egonya. Antar pemerintah daerah enggan menjalin kerjasama bahkan menunjukkan persaingan antar pemerintah daerah. Dalam bidang investasi, antar pemerintah daerah justru saling berlomba untuk meraih pendapatan asing daerah tertinggi. Hal ini dapat menimbulkan persaingan tidak sehat antar pemerintah daerah, padahal akan lebih baik jika antar pemerintah daerah saking
4. Belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien.
        Struktur organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih. Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap. Juga dalam hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah belum optimal.
5. Masih terbatasnya dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah.
       Hal ini ditunjukkan masih terbatasnya ketersediaan aparatur pemerintah daerah, baik dari segi jumlah, maupun segi profesionalisme, dan terbatasnya kesejahteraan aparat pemerintah daerah, serta tidak proporsionalnya distribusi, menyebabkan tingkat pelayanan publik tidak optimal yang ditandai dengan lambatnya kinerja pelayanan, tidak adanya kepastian waktu, tidak transparan, dan kurang responsif terhadap permasalahan yang berkembang di daerahnya. Selain itu belum terbangunnya sistem dan regulasi yang memadai di dalam perekrutan dan pola karir aparatur pemerintah daerah menyebabkan rendahnya sumberdaya manusia berkualitas menjadi aparatur pemerintah daerah. Hal lainnya yang menjadi masalah adalah masih kurangnya etika kepemimpinan di beberapa daerah.
6. Masih terbatasnya kapasitas keuangan daerah.
       Hal ini ditandai dengan terbatasnya efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah, belum efisiennya prioritas alokasi belanja daerah secara proporsional, serta terbatasnya kemampuan pengelolaannya termasuk dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme.
       Di berbagai negara, sumber keuangan daerah selalu menjadi polemik karena ada perbedaan distribusi sumber pendapatan antara pemerintah daerah dengan pusat. Daerah selalu merasa bahwa sumber dana yang dimiliknya kurang memadai dan pemerintah pusat dituduh enggan berbagi pendapatan dengan daerah. Jika hal ini terjadi, maka adaa kondisi yang tidak kondusif bagi revitalisasi pemerintahan daerah. [12] Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan pemerintah daerah menyalahgunakan wewenangnya, misalnya dalam pemungutan pajak dan izin lokasi yang dipersulit oleh pemerintah daerah sehingga pada ujungnya investor asing membayar lebih untuk proses penanaman modalnya.
       Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam peningkatan daya tarik investor asing ialah bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, yaitu stabilitas ekonomi, politik negara dan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum yang dimaksud ialah seperti masalah penegakan hukum dan pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah yang dijalankan di Indonesia masih belum dapat terlaksana secara efisien, sistem birokrasi yang berbelit-belit dan masih dijumpai belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk regulasi-regulasi yang mengaturnya sehingga otonomi daerah menjadi suatu bentuk ketidakpastian hukum dalam penanaman modal di Indonesia.
PENUTUP
       Permasalahan dalam peningkatan daya tarik investor asing ialah bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, yaitu stabilitas ekonomi, politik negara dan ketidakpastian hukum. Otonomi daerah yang dijalankan di Indonesia masih belum dapat terlaksana secara efisien, sistem birokrasi yang berbelit-belit dan masih dijumpai belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk regulasi-regulasi yang mengaturnya sehingga otonomi daerah menjadi suatu bentuk ketidakpastian hukum dalam penanaman modal di Indonesia
Penulis adalah mahasiswi semester akhir Progam Magister Hukum Bisnis UNPAD angkatan 2010.
DAFTAR PUSTAKA

http://ninyasmine.wordpress.com/2011/07/20/otonomidaerahdalampma/

No comments:

Post a Comment